Oleh Saeful Rokhman
Sebuah fenomena yang menyedihkan. Indonesia adalah negeri kaya raya, sumber daya alamnya melimpah ruah, dari mulai laut yang terbentang luas, hutan yang berjuta-juta hektar, minyak bumi yang melimpah, hasil pertanian, dan masih banyak lagi kekayaan lainnya yang bertebaran di bumi Indonesia. Namun ironisnya, negeri yang kaya raya ini memiliki penduduk yang didera kemiskinan. Saat ini, menurut data BPS (Badan Pusat Statistika) yang menjadi acuan pemerintah menunjukkan angka 37,17 juta penduduk Indonesia berada di bawah garis kemiskinan. Bahkan jika menggunakan standar Bank Dunia mengatakan bahwa kemiskinan yang melanda negara Indonesia sudah mencapai 100 juta penduduk. Apakah gerangan yang salah di negeri kita tercinta ini? Bagaimana solusi yang paling tepat untuk mengatasinya?
Apabila ditelusuri, banyak faktor yang menyebabkan penduduk Indonesia dilanda kemiskinan. Menurut hemat kami, ada empat sentral yang paling berpengaruh secara signifikan. Pertama, perekonomian Indonesia dikendalikan oleh pihak asing. Kebijakan-kebijakan yang dibuat oleh pemerintah Indonesia erat sekali kaitannya dengan kebijakan perekonomian negara lain, terutama Amerika. Terbukti ketika harga minyak dunia sudah tidak terkendali, implikasi negatifnya begitu terasa bagi perekonomian Indonesia. Kedua, pengkhianatan yang dilakukan oleh para oknum pejabat, dari mulai para wakil rakyat, pemerintah pusat, propinsi, kabupaten, sampai ke kepala desa. Mereka juga kerap kali melahirkan kebijakan-kebijakan yang justru menyengsarakan rakyat. Ketiga, kurangnya kepedulian pemerintah daerah dalam menyejahterakan perekonomian penduduk pribumi. Kinerja pemerintah daerah selama ini tidak intens dalam memanfaatkan sumber daya alam di daerahnya. Bahkan sering kita lihat kekayaan alam yang berada di daerah-daerah dimanfaatkan oleh pihak asing. Keempat, adanya diskriminasi pendidikan. Pendidikan hanya bisa dirasakan oleh golongan kaya, sementara golongan miskin terpinggirkan.
Setelah faktor-faktor penyebab kemiskinan dapat diketahui, maka apa jalan keluar (way out) yang harus kita lakukan? Jawabannya tentu kita harus benahi faktor penyebab yang menjadi biang keladi itu. Faktor pertama harus diatasi dengan kemandirian ekonomi yang dibangun oleh pemerintah Indonesia. Kerja sama ekonomi regional, seperti dengan Cina, Korea, Taiwan, dan Singapura, dapat mengurangi dampak negatif dari ketidakpastian di tingkat internasional, terutama akibat kebijakan perekonomian Amerika. Kerja sama itu tidak sekadar berupa pembelian aset nasional, tetapi terutama dalam menciptakan kegiatan ekonomi baru, baik dalam sektor sumber daya alam maupun industri dan perdagangan. Dengan demikian kerjasama itu dapat mendukung penciptaan kesempatan kerja dan menurunkan kegoncangan ekonomi. Selain itu, fokus kebijakan ekonomi selayaknya ditujukan pada menggerakkan ekonomi domestik. Untuk itu pemerintah yang masih mengusai bank-bank besar semestinya secara bertahap mengarahkan peran bank untuk lebih besar dalam investasi domestik, tidak harus yang berskala besar, tetapi berskala menengah, sehingga aspek kehati-hatian perbankkan masih dapat dipertahankan. Peluang masih cukup terbuka untuk lebih mendinamiskan perekonomian domestik. Pemerintah pusat dan daerah harus bekerja sama secara bertahap untuk menciptakan iklim kondusif bagi kegiatan ekonomi domestik, dengan memberikan kepastian aturan dan pengurangan berbagai macam pungutan penghambat kegiatan ekonomi.
Faktor kedua akan dapat diatasi jika lembaga KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) lebih tegas dalam menindak pejabat yang terlibat KKN (korupsi, kolusi, nepotisme). Sering kali para pejabat yang sudah terbukti terlibat KKN mendapatkan hukuman yang tidak setimpal dengan perbuatannya. Mereka hanya dihukum beberapa tahun saja, itu pun masih akan mendapat potongan hukuman yang tidak wajar. Padahal mereka telah merugikan negara bermilyar-milyar rupiah, bahkan sampai angka triliunan.. Bandingkan, misalnya, dengan seorang pencuri ayam seharga Rp 20 ribu yang dipenjara 4 bulan. Maka dari itu, oknum pejabat yang terbukti terlibat KKN harus dihukum seberat mungkin agar menimbulkan efek jera bagi dirinya dan pejabat lainnya.
Sementara itu, untuk mengatasi faktor ketiga, pemerintah daerah harus lebih intens memperhatikan perekonomian penduduknya. Selama ini pemerintah daerah masih belum dewasa dalam mengatasi permasalahan yang terjadi di daerahnya. Hal itu terlihat ketika beberapa waktu lalu Presiden RI, Susilo Bambang Yudoyono, mengeluhkan kinerja pemerintah daerah yang masih menyerahkan urusan daerah ke pemerintah pusat. Oleh karena itu, untuk mengangkat perekonomian seluruh penduduk Indonesia, masing-masing pemerintah daerah harus bisa mengoptimalkan potensi yang ada di daerahnya itu dengan melibatkan orang-orang asli pribumi dalam pengelolaannya. Mengoptimalkan UKM (Usaha Kecil dan Menengah) adalah salah satu yang harus diprioritaskan oleh pemerintah daerah.
Adapun faktor terakhir, kalau tidak bisa membebaskan semua biaya pendidikan secara total, pemerintah Indonesia bisa juga mengatasinya dengan mengadakan pendidikan murah bagi rakyat Indonesia. Anggaran APBN sebesar 20% untuk pendidikan harus lebih dioptimalkan lagi. Selama ini anggaran sebesar itu tidak sesuai dengan fakta yang dirasakan oleh rakyat Indonesia. Jikalau pun masih belum bisa sempurna 20%, anggaran yang tersedia harus diprioritaskan untuk menurunkan biaya pendidikan dan membantu anak-anak yang tergolong tidak mampu. Dengan itu, pendidikan akan dirasakan secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia. Akhirnya akan melahirkan implikasi positif bagi kemajuan bangsa di masa yang akan datang dan tentu saja akan dapat menurunkan angka kemiskinan.
Demikian jalan keluar yang bisa kami berikan untuk mengatasi fenomena kemiskinan di Indonesia. Apabila empat solusi ini diaplikasikan secara serius dalam kinerja pemerintah, maka bukan tidak mungkin pemerintah akan dapat menurunkan angka kemiskinan di negeri kita tercinta ini.
No Response to "Negeriku Kaya Tapi Miskin"
Posting Komentar